Kevin Mbabu: Bek Sayap Swiss yang Gaya Jalanannya Nggak Bikin Dia Lupa Disiplin

Kalau lo ngikutin sepak bola Eropa, terutama Bundesliga atau Liga Swiss, pasti pernah liat pemain dengan kecepatan lari absurd, crossing brutal, dan gaya rambut yang nggak pernah lowkey. Yup, kita ngomongin Kevin Mbabu—bek sayap yang nyaris selalu gaspol dari menit awal sampai akhir.

Namanya mungkin belum masuk jajaran elite kayak Alphonso Davies atau Reece James, tapi buat tim-tim yang ngelawan dia, Mbabu itu nightmare. Lo pikir lo udah lewat dia? Tunggu 2 detik, tiba-tiba dia udah sprint balik dan ngerebut bola. Dia cepat, kuat, dan punya energi kayak nggak ada habisnya.

Tapi di balik gaya street style-nya, ada cerita perjuangan panjang dari pemain yang nyaris hilang dari radar sebelum akhirnya balik lagi dan buktikan diri.

Asal-Usul: Bern, Tapi Darah Afrika

Kevin Mbabu lahir pada 19 April 1995 di Chêne-Bougeries, Swiss. Ibunya berasal dari Republik Kongo, sementara ayahnya dari Prancis. Jadi walaupun Mbabu besar di Swiss, dia tumbuh dengan identitas yang kompleks dan kaya budaya.

Dari kecil, Mbabu udah dikenal sebagai anak yang atletik banget. Tapi dia juga dikenal agak “liar”—bukan dalam arti negatif, tapi energinya susah dikontrol. Dan dalam sepak bola modern, itu bisa jadi pedang bermata dua: lo bisa luar biasa, tapi juga bisa kehilangan arah kalau nggak disiplin.

Dia mulai karier profesionalnya di Servette FC, klub lokal Swiss. Di sini, dia nunjukin potensi besar sebagai bek sayap atau gelandang kanan. Lari cepat, kuat di duel satu lawan satu, dan crossing-nya udah cukup oke untuk ukuran teenager.

Nggak butuh waktu lama sampai klub Inggris ngelirik.

Petualangan ke Inggris: Kesempatan yang Nggak Langsung Manis

Tahun 2013, Mbabu pindah ke Newcastle United, saat usianya baru 18 tahun. Tapi sayangnya, di Inggris dia nggak langsung bersinar. Cedera, masalah adaptasi, dan mental yang belum siap bikin dia lebih banyak nongkrong di bangku cadangan daripada di lapangan.

Dia sempat dipinjamkan ke Rangers di Skotlandia, tapi tetap nggak banyak kesempatan. Banyak yang bilang, karier Mbabu mungkin udah tamat di umur 20-an awal. Tapi justru dari sinilah cerita comeback-nya dimulai.

Dia mutusin balik ke Swiss, gabung ke Young Boys, dan fokus lagi buat ngangkat kariernya dari nol.

Reborn di Young Boys: Dari Outsider Jadi MVP

Di BSC Young Boys, Mbabu bukan cuma nemu menit bermain, tapi juga nemu jati diri. Dia berkembang pesat—jadi starter tetap, makin tajam dalam menyerang, dan lebih solid secara bertahan. Fisiknya makin jadi, stamina makin brutal.

Musim 2017/18 jadi musim pembuktian. Young Boys berhasil juara Swiss Super League setelah 32 tahun puasa gelar, dan Mbabu adalah salah satu pemain kunci. Dia nyetak gol, bikin assist, dan jadi mesin di sisi kanan. Fans langsung jatuh cinta.

Nama dia pun balik masuk radar klub-klub Eropa besar. Tapi dia nggak buru-buru cabut. Dia nikmatin proses.

Panggilan Timnas Swiss: Main di Panggung Besar

Penampilan Mbabu yang konsisten akhirnya bikin dia dipanggil ke timnas Swiss. Debutnya datang tahun 2018, dan dia langsung nyetel. Bahkan di EURO 2020, dia sempat jadi andalan di fase grup dan knockout. Permainannya yang enerjik dan agresif bikin dia beda dari bek Swiss lain yang lebih kalem.

Lo bisa liat bedanya—saat tim lain main hati-hati, Mbabu mainnya kayak lagi balapan. Dia ngerusak tempo lawan, nge-press tinggi, dan jadi outlet buat serangan balik.

Timnas Swiss nggak punya banyak pemain dengan profil seperti dia. Makanya peran Mbabu jadi penting banget, apalagi di laga-laga besar lawan tim-tim yang main cepat.

Transfer ke Bundesliga: Waktunya Naik Level

Tahun 2019, Mbabu pindah ke VfL Wolfsburg di Bundesliga. Ini jadi momen penting karena Bundesliga dikenal cocok banget buat pemain yang cepat dan eksplosif. Dan benar aja, Mbabu langsung klop.

Bareng Wolfsburg, dia jadi salah satu bek kanan terbaik di liga. Statistik sprint dia nyaris selalu masuk top 5 di Bundesliga setiap musim. Dia juga mulai dikenal di Eropa sebagai “bek sayap jet pribadi”—karena literally nggak bisa dikejar kalau udah lari.

Di Wolfsburg, dia bantu klub lolos ke kompetisi Eropa, termasuk tampil di Liga Champions. Dia jadi simbol progres klub yang lagi bangkit, bareng pemain lain kayak Wout Weghorst dan Ridle Baku.

Gaya Bermain: Sprint, Tekel, Crossing, Ulangi

Ngomongin gaya main Mbabu itu kayak ngomongin pemain FIFA dengan stamina 99 dan speed 97. Dia nggak pernah capek. Lo liat dia di awal laga, sama aja kayak menit 85—tetap ngebut, tetap ngejar bola, tetap ngotot.

Dia bukan tipe bek yang stay di belakang. Justru sebaliknya—dia suka overlap, bikin width di sisi kanan, dan punya crossing yang mulai rapi seiring waktu. Tapi jangan salah, dia juga jago duel. Tackling-nya bersih, dan dia punya kemampuan recovery run yang bikin bek tengah bisa sedikit lebih tenang.

Satu kekurangan dia dulu adalah positional awareness—kadang terlalu maju dan lupa turun. Tapi itu mulai dia perbaiki sejak di Bundesliga.

Comeback ke Premier League: Fulham dan Masa Transisi

Tahun 2022, Mbabu pindah ke Fulham. Banyak yang antusias, mikir dia bakal jadi andalan. Tapi ternyata, adaptasinya nggak mulus. Fulham waktu itu lagi eksperimen formasi dan rotasi pemain, dan Mbabu susah dapet posisi tetap.

Dia cuma tampil beberapa kali, dan akhirnya dipinjamkan lagi ke Swiss dan Liga Prancis. Tapi meski nggak konsisten di Fulham, fans tetap ngasih respek karena etos kerjanya tetap tinggi.

Ini bukan soal kemampuan—lebih ke soal situasi tim yang nggak selalu cocok.

Karier Internasional: Tetap Jadi Pilihan di Timnas

Meskipun di klub sempat drop, di timnas Swiss, Mbabu tetap dipanggil. Kenapa? Karena karakter permainannya beda. Lo butuh pemain yang bisa ngubah tempo dalam satu sprint. Dan itu yang bisa Mbabu kasih.

Dia juga pemain yang versatile—bisa main bek kanan, wing-back, bahkan gelandang kanan kalau dibutuhkan. Pelatih Swiss ngerti banget value itu.

Off the Pitch: Gaya Street, Tapi Mental Atlet

Di luar lapangan, Mbabu dikenal sebagai sosok yang humble tapi punya style khas. Fashion-nya street banget—hoodie, sneakers, braids. Tapi mental dia tetep atlet sejati. Dia sering latihan sendiri, bahkan pas off-season.

Dia juga vokal soal isu sosial, terutama soal rasialisme di Eropa dan inklusivitas di sepak bola Swiss. Walaupun dia nggak selalu angkat suara di media besar, dia aktif di komunitas lokal dan kegiatan sosial.

Legacy dan Potensi: Masih Banyak yang Bisa Dikejar

Usianya masih early 30s—masih sangat mungkin buat Mbabu main di level tinggi lagi. Dia punya speed, fisik, dan pengalaman di berbagai liga. Yang dia butuhin sekarang cuma satu: stabilitas.

Dia bisa jadi mentor buat pemain muda, bisa jadi andalan timnas di turnamen-turnamen besar ke depan, dan siapa tahu—bisa comeback lagi ke liga top Eropa dengan performa yang lebih matang.


Penutup: Kevin Mbabu Adalah Simbol Bahwa Energi Nggak Pernah Bohong

Di dunia sepak bola yang makin taktis dan serba perhitungan, Kevin Mbabu adalah anomali yang menyegarkan. Dia main pakai hati, pakai tenaga, dan kadang ngelawan semua ekspektasi.

Dia bukan produk akademi elite. Dia pernah dianggap gagal. Tapi dia bangkit, kerja keras, dan tetap ngasih impact di mana pun dia main. Buat fans yang suka pemain tipe fighter, Mbabu jelas masuk daftar.

Dia bukan pemain yang banyak bicara, tapi permainannya keras banget. Dan selama dia masih bisa lari kayak sekarang? Jangan pernah anggap dia selesai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *